GURU Besar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, mengomentari pidato Presiden Prabowo yang menyebut demokrasi Indonesia harus demokrasi yang khas, sopan dan tanpa caci maki. Bagi Mahfud, itu bisa saja dilihat sebagai satu janji yang baik asalkan ketika ada kritik nanti bisa ditampung dan diolah dengan baik.
Mahfud mengingatkan, dalam budaya Jawa ada yang dinamakan ngalah, ngalih, ngamuk. Artinya, saat mengingatkan tidak didengar mengalah, lalu ketika sudah mengalah masih tidak didengar beralih, tapi ketika yang mengingatkan sudah mengalah dan beralih masih tidak didengar, orang tentu bisa marah.
“Kalau sudah ngalih masih sewenang-wenang juga ngamuk. Nah, itu yang terjadi, ngalah, ngalih, ngamuk, itu kan budaya Jawa juga, tidak bisa tidak ada caci maki tidak bisa,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD yang tayang di kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (22/10).
Istilah ngalah, ngalih, ngamuk sendiri merupakan tuntunan sikap dalam budaya Jawa untuk menghadapi persoalan. Ngalah atau mengalah berarti pasrah terhadap apa yang diberikan seseorang. Ngalih atau beralih berarti pergi ke tempat lain. Ngamuk berarti tidak lagi kompromi atau menunjukkan perlawanan.
Mahfud merasa, masyarakat bisa saja menerapkan demokrasi santun tanpa caci maki karena memang salah satu modal bangsa Indonesia tidak lain budaya seperti itu. Tapi, ia menekankan, orang itu saat mengingatkan terus-menerus tidak pernah diperhatikan pada akhirnya memang bisa meledak sendiri.
“Tidak caci maki itu ketika pertama menyampaikan ya tidak didengar, tidak maki maki. Kedua tidak didengar, masih sewenang-wenang ya ngalih, kalau sudah ngalih terpojok ya ngamuk, di situ muncul caci maki, dan itu terjadi di seluruh dunia,” ujar mantan Menkopolhukam periode 2019-2024 tersebut.
Dulu, Mahfud menyampaikan, demokrasi khas Indonesia itu pernah diberi kata sifat seperti demokrasi kekeluargaan, demokrasi gotong royong, demokrasi terpimpin, atau demokrasi Pancasila. Bagi Mahfud, nama itu ornamen saja karena demokrasi tetap demokrasi dan kepentingan rakyat harus diutamakan.
Seperti yang pernah disampaikan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mahfud sepakat, kritik-kritik itu bagi pejabat atau penguasa tidak lain merupakan vitamin. Menurut Mahfud, bahwa kritik dibilang harus sopan dan harus tanpa caci maki, memang orang itu ada level-level tertentu ketika mengingatkan.
Sayangnya, Mahfud melihat, kadang orang sudah bicara panjang masih harus caci maki agar didengar. Karenanya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi era Presiden SBY dan Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur itu berharap, nantinya kritik-kritik bisa ditanggapi dan diolah, bukan dicueki atau dilawan buzzer.
“Sekarang, bagus, jangan ada caci maki, kita ini masyarakat yang santun, masyarakat yang dikenal punya budaya adi luhung, tapi kalau ada kritik ditanggapi dengan baik-baik. Jangan nanti dicueki atau malah dilawan dengan buzzer, supaya itu jangan terjadi kalau ingin tertib negara ini,” kata Mahfud.
Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam pidatonya perdananya sebagai RI 1 menyebut demokrasi di Indonesia harus demokrasi yang khas. Prabowo menyebut, demokrasi itu harus santun, berbeda pendapat harus tanpa permusuhan dan demokrasi yang ketika mengoreksi harus tanpa caci maki. (I-2)