Legacy Ekonomi Jokowi: Beban atau Berkah bagi Prabowo?

3 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Beban atau Berkah bagi Prabowo? (Dok. Pribadi)

PIDATO pelantikan Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan secara berapi-api di Sidang Paripurna MPR pada Ahad (20/10) menegaskan secara gamblang pelbagai program yang akan direalisasikan periode 2024-2029. Secara generik, Presiden mengimbau dan menantang publik: “Kita jangan seperti burung unta, kalau melihat sesuatu masalah, memasukkan kepala dalam tanah. Masih banyak rakyat dan anak-anak kurang gizi; rakyat juga masih banyak yang belum mendapat pekerjaan yang layak; dan banyak sekolah yang tidak terurus.”

Selain itu, jangan sampai pemimpin politik terlalu senang melihat angka-angka statistik yang membuat terlalu cepat gembira; perlunya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, perlunya demokrasi khas budaya Indonesia, dan tidak lupa mengapresiasi presiden-presiden sebelumnya.

Pada bidang ekonomi, lebih spesifik, Presiden Prabowo mengimbau lagi: Bagaimana menghadapi kebocoran dan penyelewengan anggaran; tekan korupsi dengan teladan ibarat “ikan busuk dari kepalanya”; masih banyak rakyat Indonesia yang belum menikmati hasil kemerdekaan, di antaranya masih terjebak di bawah garis kemiskinan; perlu secepat-cepatnya swasembada pangan dan energi, serta pengelolaan air yang adil dan bertanggung jawab. But not least, Presiden meminta Indonesia bersatu mencari solusi dari masalah-masalah tersebut, perlu kolaborasi dan jangan banyak cekcok di antara anak bangsa.

Mengurai kompleksitas masalah itu, tidaklah sesederhana jika diucapkan melalui anyaman pidato atau kampanye politik. Alih-alih bisa segera direalisasi, Presiden dan para pembantunya akan berhadapan realitas muskil, tidak saja aspek sosial budaya, kualitas sumber daya, geopolitik dan geostrategis global, dan lainnya, tapi juga problema birokrasi dan aspek kelembagaan.

Karena itu, tepat apa yang disampaikan pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2024 (14 Oktober 2024) Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James Robinson tentang urgensi kelembagaan yang inklusif dan keterkaitan kuat antara sistem politik dan pertumbuhan ekonomi. Lewat sejumlah artikel dan buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty (2012) merespons pertanyaan penting, mengapa ada negara sukses dan sebaliknya ada yang gagal? Demikian juga, mengapa beberapa negara lebih maju tinimbang yang lain? Penyebabnya, kata mereka, lemahnya korelasi kelembagaan politik dan ekonomi, pertumbuhan, dan kesejahteraan.

Beranjak ihwal kelembagaan itulah, setidaknya ada tiga legacy (warisan) Presiden Jokowi yang perlu dibidik, yakni kebijakan fiskal, kebocoran anggaran negara, dan produktivitas. Tanpa menafikan faktor lain, ketiga isu itu menarik karena terkait dengan anggaran dan pemanfaatan atau pengalokasian anggaran untuk menghela produktivitas. Artinya, bagaimana rasio output yang tersedia dengan input dari sumber daya yang digunakan. Produktivitas, kata David Sumanth dalam Total Productivity Management (TPMGT): A Systemic and Quantitative Approach to Compete in Quality, Price and Time (2007), sangat penting, dalam rangka membuat institusi dan organisasi dan individu menjadi lebih efisien, efektif, dan berkualitas.

Berkait dengan kebijakan fiskal, terfokus pada aspek lalu lintas anggaran yang ditetapkan pemerintah, termasuk perpajakan, pengeluaran, dan utang piutang. Kelembagaan, terutama berkaitan dengan tata kelola yang baik, tentu akan memudahkan meminimalkan kebocoran anggaran. Dalam konteks inilah, kelembagaan ekonomi dimaksud berkorelasi tentang aturan hidup, organisasi, kepercayaan, dan norma yang hidup dalam masyarakat yang bisa menjadi daya kontrol dalam pertanggungjawaban anggaran (McMaster, 2012).

MI/Seno

Kebijakan fiskal

Diskusi tentang kebijakan fiskal tentu tidak jauh dari anggaran negara yang bertujuan mengontrol kestabilan perekonomian makro, memengaruhi permintaan agregat dalam jangka pendek, serta meningkatkan kapasitas perekonomian dalam jangka panjang.

Dalam rentang 10 tahun perjalanan Presiden Jokowi (2014-2024), tentu membawa progresivitas dan regresi dari dampak kebijakan fiskal yang dieksekusinya. Plus-minus ialah sesuatu yang galib karena menurut filosofi Buddha, setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Jokowi punya kelemahan dan tentu juga punya kelebihan dalam setiap rentang masa.

Dengan demikian, sulit membandingkan kebijakan fiskal secara apple to apple dalam setiap masa karena masalah dan tantangan tentu berbeda. Hanya masalahnya, model kepemimpinan dan aransemen kelembagaan masing-masing kerap kali berbeda, apakah mereka mampu menyelami setiap masalah dan panasea (obat mujarab) yang ditawarkan.

Rezim Jokowi jelas menghadirkan banyak program fiskal, terutama sisi budget spending. Pada November 2014, Presiden Jokowi tiba-tiba membuat langkah revolusioner memotong anggaran subsidi BBM (bahan bakar minyak) yang memantik peningkatan harga BBM. Pemotongan itu untuk men-shifting fokus anggaran negara kepada proyek-proyek besar infrastruktur, termasuk PSN (proyek strategis nasional). PSN sebagai studi, hingga akhir 2024 ini, telah mencapai 233 proyek, dengan total nilai investasi Rp6.246 triliun. Demikian juga, alokasi anggaran IKN sebesar Rp466 triliun dan pembengkakan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat.

Rentang 10 tahun masa kepemimpinan Jokowi, alokasi anggaran infrastruktur di APBN terdongkrak 156,2% dari Rp177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp455,8 triliun (2023) dan Rp422,7 trilun (2024). Total jenderal, anggaran infrastruktur di era Jokowi menembus Rp3.838,3 triliun. Tentu, alokasi anggaran tersebut tersebar di pelbagai kementerian/lembaga, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, hingga Kementerian Pertanian.

Selain anggaran bersumber dari APBN, juga dari KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) yang menyiapkan skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang melibatkan partisipasi swasta. Selain itu, pembiayaan BUMN, yang ikut berperan besar dalam membangun infrastruktur baik melalui pembangunan proyek atau sindikasi pembiayaan.

Tentu, sumber utama penerimaan anggaran berasal dari pajak. Namun, nisbah pajak sebagai instrumen utama pendapatan negara tampaknya mengalami penggerusan signifikan dari 13,7% (2014) menjadi 10,1% (2023). Banyak ruang potensi pajak yang belum dioptimalkan karena banyak pengemplang, terutama pelaku usaha besar, dan belum diterapkannya secara tegas pajak progresif untuk beberapa lini. Tidak mengherankan nisbah pajak Indonesia paling rendah di negara-negara Asia Tenggara. Karena itu, konsekuensinya, defisit anggaran tidak terhindarkan, melebar dari Rp226,69 triliun (2014) diperkirakan menjadi Rp609,75 triliun (2024).

Bertalian dengan itu, rasio utang terhadap PDB tergenjot tajam dari 24,7% (2014) menjadi 39,13% (2024). Rasio utang, tentu menandakan kapasitas fiskal suatu negara membayar kembali utangnya. Rasio utang tinggi mengindikasikan beban kapasitas makin berat. Tercatat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewariskan utang per Desember 2014 sebesar Rp2.608,7 triliun. Selanjutnya, jelang akhir masa jabatan Presiden Jokowi atau per Agustus 2024, jumlah utang mencapai Rp8.461,9 triliun, terjadi kenaikan Rp5.853,2 triliun.

Tergambar postur fiskal masih didominasi pembiayaan utang dengan porsi selalu lebih dari 74%, sedangkan pembiayaan investasi tidak pernah melebihi angka 17,5%. Itu mengirim pesan, orientasi jangka jangka pendek yang mengorbankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kurangnya investasi dalam sektor produktif dan bernilai tambah pun dapat memunculkan hambatan pertumbuhan ekonomi masa depan.

Lagi pula, postur kementerian/badan/lembaga yang diumumkan dan dilantik pada Senin, 21 Oktober 2024 terlihat bongsor, di tengah beban warisan limitasi ruang fiskal, bisa berakibat pemerintah akan semakin kehilangan fleksibilitas mengalokasikan anggaran yang lebih menyasar secara langsung kepada rakyat dan anggaran untuk merespons krisis atau kebutuhan mendesak. Bahkan, ihwal postur yang bongsor itu juga sangat bertolak belakang dengan spirit undang-undang terkait dengan desentralisasi atau otonomi daerah.

Dalam rangka mengurangi beban Presiden Prabowo sebagai nakhoda baru, seharusnya pemerintah segera mengubah radikal arah kebijakan fiskal berfokus pada penguatan basis pajak, alokasi anggaran yang adil, dan investasi yang produktif untuk memastikan ekonomi nasional dapat tumbuh berkelanjutan dan inklusif. Jika tidak, beban itu akan terus menumpuk dan pada akhirnya akan membahayakan stabilitas ekonomi pada masa depan. Ujungnya, Presiden Prabowo terbebani oleh janji-janji kampanyenya, seperti makan siang gratis dan target pertumbuhan ekonomi 8%. Ihwal itu juga diperberat karena eksekutor kebijakan fiskal, Kementerian Keuangan, timnya masih belum berubah sejak zaman Presiden Jokowi.

Kebocoran anggaran

Sejak calon presiden (2014, 2019 dan 2024), Prabowo dengan garang selalu menyampaikan dalam setiap kampanye dan debat capres, besarnya kebocoran anggaran. Ihwal kebocoran anggaran negara itu, publik pun langsung teringat pada tiga dasawarsa lalu, ucapan begawan ekonomi Indonesia sekaligus ayah Prabowo Subianto, Prof Sumitro Djojohadikusumo.

Pada Kongres Ke-12 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), November 1993, di Surabaya, ia mengungkapkan keresahannya jika tingkat kebocoran dana pembangunan relatif masih tinggi, sekitar 30%. Bahkan, Sumitro melanjutkan, dana yang tidak bocor pun ternyata tin...

Read Entire Article