JARINGAN Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menanggapi kasus kriminalisasi guru di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Koodinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menegaskan pentingnya perlindungan terhadap profesi guru.
Berkaca pada kasus di Konawe dan sejumlah kasus kriminalisasi guru sebelumnya, Ubaid berpandangan bahwa perlu ada semacam komite khusus penyelesaian kasus antara guru, siswa dan orang tua/wali.
"Ini harus duduk bersama antara pemda, penegak hukum, pihak sekolah, dan orang tua," katanya kepada Media Indonesia, Rabu (23/10).
Ubaid mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kemudian peraturan pemerintah tentang guru, guru tidak boleh dikriminalisasi sepanjang tidak melanggar undang-undang. Namun hal itu perlu penguatan.
"Bisa diperkuat lagi sebenarnya dengan perda (peraturan daerah) supaya lebih berkekuatan hukum di daerah dan pelibatan antarsektor dan aktor di daerah," ujarnya.
Ubaid juga meminta organisasi profesi guru harus berperan aktif dalam perlindungan profesi guru. "Jangan sampai dengan adanya kasus kriminalisasi ini, guru jadi dihantui berbagai ketakutan," pungkasnya.
Sebelumnya Supriyani, 36, guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Perempuan dan Anak Kendari atas dugaan penganiayaan terhadap muridnya di 1 di SDN 04 Baito, Konawe Selatan. Peristiwa dugaan penganiayaan itu terjadi pada 24 April 2024.
Menurut keterangan pihak sekolah dan kuasa hukumnya, Supriyani dipaksa mengakui penganiayaan itu oleh penyidik dari Polsek Baito. Padahal, Supriyani hanya menegur siswa yang dikenal nakal tersebut dan ia sudah meminta maaf.
Supriyani juga sempat dimintai uang Rp50 juta oleh pihak orangtua siswa yang merupakan polisi di Polsek Baito agar perkaranya tidak berlanjut. Pada akhirnya ibu yang tengah menyusui bayinya itu menjadi tersangka dan ditahan. (H-2)