Undang-Undang Administrasi Kependudukan digugat ke Mahkamah Konstitusi. MK diminta untuk mengatur kolom 'tidak beragama' dalam Kartu Keluarga maupun Kartu Tanda Penduduk.
Ada dua penggugat dalam permohonan ini, yakni Raymond Kamil (Pemohon I) dan Indra Syahputra (Pemohon II). Keduanya mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) mengenai biodata penduduk yang memuat keterangan agama yang dianut atau kepercayaan dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Pengenal (KTP).
“Pada kenyataannya tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani,” ujar Pendamping para Pemohon, Teguh Sugiharto, dikutip dari situs MK, Rabu (23/10).
Permohonan didaftarkan pada Selasa (3/9). Sidang pendahuluan sudah digelar MK pada Senin (21/10).
Dikutip dari permohonannya, Raymond mencantumkan Islam sebagai agama pada KTP-nya. Ia sempat berganti-ganti mazhab pemahaman.
Pemahaman terakhirnya adalah mazhab Syiah Dua Belas Imam. Saat ini, dalam permohonannya, dia mengaku tidak memeluk agama mana pun dan juga tidak mempercayai atau menjadi anggota aliran kepercayaan mana pun. Ia menyatakan lebih memilih untuk memahami fenomena alam dan kehidupan dengan berangkat dari postulat ketidaktahuan dan membangun pandangan yang bersifat personal berdasarkan ilmu pengetahuan serta nalar logis dan saintifik.
Indra pun masih mencantumkan Islam sebagai agama pada KTP. Namun, saat ini, ia mengaku tidak memeluk agama maupun kepercayaan mana pun.
Dalam permohonannya, kedua pemohon menyatakan telah mengalami kerugian hak konstitusional karena harus mengisi kolom agama dengan memilih agama atau kepercayaan. Padahal mereka ingin diinput tidak beragama.
Para Pemohon menyebut telah mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan 'tidak beragama'.
Menurut para Pemohon, ketentuan yang diuji mewajibkannya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Para Pemohon mengatakan isian kolom agama tidak bersifat isian terbuka melainkan pilihan tertutup yang memaksa.
Selain itu, Raymond juga mengaku mendapat penolakan untuk tidak mengikuti pendidikan agama dari petugas dinas pendidikan. Dia juga berkeinginan untuk menikah kembali, tetapi dirinya tidak mungkin memenuhi hak konstitusional dimaksud kecuali melakukan kebohongan mengaku sebagai penganut agama tertentu yang diakui.
Dalam petitumnya, kedua pemohon meminta MK untuk mengubah ketentuan dalam UU Adminduk, UU HAM, UU Perkawinan, hingga UU Sistem Pendidikan Nasional.
Berikut petitum lengkapnya:
1. Mengabulkan seluruh Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945 yang diajukan Para Pemohon.
2. Menyatakan Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai secara positif dan negatif; atau