Sejak Januari 2024 lalu, N (21) didiagnosis terindikasi diabetes oleh dokter. Hal ini diakibatkan oleh gaya hidupnya yang rutin mengkonsumsi makanan dan minuman manis tanpa melakukan olahraga. Diperparah lagi dengan riwayat keluarganya yang memiliki penyakit turunan diabetes.
Kebiasaan makan dan minum manis ini berawal saat ia berhenti merokok. Saat itu, COVID-19 yang mewajibkannya berdiam diri di rumah dan menyebabkan dirinya tidak bisa merokok secara leluasa. Akibatnya, ia mengalihkan dirinya dengan mengkonsumsi makanan dan minuman manis.
“Gua dapat indikasi diabetes karena sudah obesitas banget sama gula darah tinggi banget,” jelas N kepada kumparan pada Jumat (11/10).
Selain indikasi dari dokter itu, N juga mengaku sering kesemutan dan sering buang air kecil yang identik dengan gejala awal seseorang mengawali diabetes.
Diagnosis dokter itu pun diamininya. Terlebih, dirinya memiliki tinggi badan 173 cm dengan berat badan 101 kg. Sedianya, kata dia, berat badannya mesti di rentang 65 hingga 70 kg.
Gula darah yang tinggi itu bisa dimaklumi N karena ia mengaku memiliki kebiasaan minum Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK). Seharinya ia dapat mengonsumsi 2-3 botol MBDK mulai dari teh, minuman berperasa buah, hingga kopi dalam kemasan.
Makanan manis pun tak luput ia konsumsi. Ia dapat menghabiskan satu porsi martabak manis sendiri dalam semalam. Martabak itu pun menjadi pengganti makan malam. Dia juga mengaku jarang bergerak dan tidak terbiasa untuk olahraga.
“Gua sekarang jatahin minum manis 1 botoh buat 3 hari. Gua juga ganti minuman manis ke susu murni. Minum air putih juga udah lebih banyak,” pungkasnya.
Bahaya Makanan dan Minuman Manis
Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang dalam satu hari adalah tidak lebih dari 50 gram (setara dengan 4 sendok makan) atau sama dengan 10% dari total energi per orang per hari. Angka ini serupa dengan yang disarankan oleh badan kesehatan dunia (WHO).
Namun, anjuran tersebut masih belum diketahui oleh publik secara merata. Menurut survei Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) yang dirilis pada 2022 lalu, sebanyak 31 persen masyarakat Indonesia tidak mengetahui batasan konsumsi gula harian.
Sementara itu, berdasarkan survei Jakpat pada 2022, masyarakat Indonesia paling banyak menyukai teh, kopi atau cokelat. Kandungan gula dalam satu botol minuman itu bisa bervariasi antara 19 hingga 27 gram gula.
Ketua PD Nutrisionis Jawa Barat, Otong Kusmana, menyebut mengonsumsi gula dalam jangka waktu pendek dalam kadar yang tinggi akan menyebabkan sugar crash. Istilah ini dapat disebut hipoglikemia reaktif, yang berarti kondisi badan yang kaget akibat lonjakan kadar gula yang langsung tinggi.
Menurutnya, kondisi badan yang semula memiliki kadar gula yang stabil atau rendah akan kaget. Akibatnya, tubuh akan dengan cepat memproduksi insulin agar kadar gula dalam tubuh tetap stabil. Tetapi, kata dia, hal ini menyebabkan glukosa darah menurun dan akibatnya tingkat energi akan turun secara tiba-tiba, serta dapat mengganggu konsentrasi dan produktivitas sepanjang hari.
“Pankreas itu mengeluarkan insulin. Kalau gulanya banyak, pankreas akan kerja berat. Jadi kalau tumpukkan gulanya banyak, pankreasnya mogok. Karen...