EUDR ini akan berlaku mulai akhir Desember 2024. Meskipun demikian, Komisi Uni Eropa membuka kemungkinan adanya penundaan pemberlakuan regulasi ini selama satu tahun, karena desakan dari industri dan pemerintah seluruh dunia.
Nantinya, EUDR akan mengharuskan importir komoditas membuktikan barang mereka tidak ditanam di lahan deforestasi. Perusahaan harus memetakan dan melacak rantai pasok hingga hulu, jika ingin menembus pasar Eropa.
Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Ditjen Perkebunan Kementan, Muhammad Fauzan Ridha, mengatakan 10 persen dari total ekspor kelapa sawit Indonesia adalah ke Eropa. Jika perusahaan tidak mematuhi EUDR, maka Indonesia akan kehilangan 10 persen pangsa pasar itu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, kontribusi ekspor kelapa sawit dan turunannya mencapai USD 25,61 miliar, di mana 10,2 persen dari ekspor tersebut menuju ke Uni Eropa.
"Diperkirakan Indonesia akan kehilangan Rp 30-50 triliun per tahun, manakala kita tidak bisa masuk pasar Eropa, atau sekitar USD 2,17 miliar," kata Fauzan saat Diskusi Publik INDEF, Rabu (23/10).
Fauzan melanjutkan, dampak lainnya adalah Uni Eropa akan mengalihkan kebutuhan minyak sawitnya ke negara tetangga, Malaysia yang dinilai sudah lebih patuh terhadap aturan EUDR, serta ada pergeseran konsumsi minyak nabati ke komoditas lain.
Kemudian, kata dia, EUDR otomatis akan mengganggu neraca perdagangan Indonesia, di mana saat ini kontribusi sawit terhadap neraca perdagangan komoditas pertanian sekitar 75,8 persen dari total nilai ekspor.
"Dari sisi volume memang sawit masih mendominasi 85 persen kontribusinya kemudian nilai ekspor 75,8 persen dibandingkan komoditas perkebunan lainnya," ungkap Fauzan.
Selain dari nilai ekspor, Fauzan menyoroti dampak EUDR akan terasa pada terganggunya penyerapan produksi 41,3 persen lahan perkebunan sawit di Indonesia yang merupakan petani skala kecil alias small holder, yang masih menggantungkan kehidupannya pada budidaya sawit.
"Manakala ada sumbatan-sumbatan di akses pasarnya, kita akan mengarah pada intervensi atau kemungkinan pengaruh yang besar terhadap 41,3 persen small holder ini, jadi 6,77 juta hektare ini akan terdampak terhadap penyerapan produksinya," tuturnya.
Fauzan juga menilai EUDR akan mengancam keberlangsungan tenaga kerja. Kementan mencatat terdapat 5,5 juta tenaga kerja langsung (direct labor) di sektor perkebunan sawit, serta 17 juta tenaga kerja tidak langsung.
"Tenaga kerja tidak langsung dan buruh-buruh harian di industri, kemudian di lahan-lahan petani, ini akan terdampak pada saat nanti penyerapan produk sawitnya akan terganggu akses pasarnya," imbuhnya.
Produksi Minyak Kelapa Sawit Terancam
Fauzan juga mengkhawatirkan tren produksi minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) juga akan terancam EUDR. Adapun Kementan mencatat total produksi CPO nasional pada 2023 mencapai 51, ...